Pada bab sebelumnya, telah dibahas mengenai pengertian akhlak, urgensitas akhlak, maupun bentuk-bentuk akhlak. Berdasarkan hubungannya, akhlak terbagi menjadi tiga, yaitu akhlak kepada Allah, akhlak kepada sesama manusia, dan akhlak kepada binatang dan lingkungan.

Kali ini, akan dipaparkan mengenai akhlak kepada Allah, terutama bagaimana cara kita agar dapat disebut sebagai Muslim yang berakhlak kepada Allah subhanahu wa ta’ala.

Akhlak kepada Allah berarti tentang bagaimana kita patuh kepada Allah, menyesuaikan segala perilaku dan sikap kita terhadap apa yang telah diatur oleh Allah, dan mempunyai rasa malu di hadapan Allah.

Sebagaimana telah dipaparkan pada bab sebelumnya, seorang Muslim tidak dapat disebut baik apabila ia hanya mempunyai akhlak kepada manusia. Ia mempunyai rasa malu apabila melakukan hal buruk di hadapan manusia, tetapi ketika sendirian –yang mana pasti Allah melihatnya– dia merasa bebas untuk bermaksiat.

Seharusnya, pola pikir yang benar ialah: “kalau saya malu kepada manusia, kenapa saya tidak malu kepada Allah?”

Rasulullah shalalllahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

اسْتَحْيُوا مِنَ اللهِ حَقَّ الحَيَاءِ. قُلْنَا : يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّا نَسْتَحْيِي وَالحَمْدُ لِلَّهِ ، قَالَ : لَيْسَ ذَاكَ ، وَلَكِنَّ الاِسْتِحْيَاءَ مِنَ اللهِ حَقَّ الحَيَاءِ أَنْ تَحْفَظَ الرَّأْسَ وَمَا وَعَى ، وَالبَطْنَ وَمَا حَوَى ، وَلْتَذْكُرِ الْمَوْتَ وَالبِلَى ، وَمَنْ أَرَادَ الآخِرَةَ تَرَكَ زِينَةَ الدُّنْيَا ، فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَقَدْ اسْتَحْيَا مِنَ اللهِ حَقَّ الحَيَاءِ

“Hendaklah kalian benar-benar merasa malu kepada Allah!”. Para sahabat menyahuti, “Alhamdulillah, kami telah memiliki sifat malu, wahai Rasulullah!”. Beliau menimpali, “Bukan itu maksudnya, akan tetapi perasaan malu yang hakiki kepada Allah, adalah manakala engkau menjaga kepala beserta isinya, menjaga perut beserta isinya dan terus mengingat kematian. Orang yang merindukan akhirat, pasti dia akan meninggalkan keindahan dunia. Barang siapa mempraktekkan ini berarti ia telah dikategorikan benar-benar merasa malu kepada Allah”. (HR. Tirmidzy dari Ibnu Mas’ud dan sanadnya dinilai sahih oleh al-Hakim.)

Tanda Manusia Berakhlak kepada Allah subhanahu wa ta’ala

Terdapat beberapa sikap yang menunjukkan bahwa ia memiliki akhlak yang baik kepada Allah, diantaranya adalah:

Pertama, mempunyai rasa malu kepada Allah. Rasa malu kepada sang Khaliq haruslah lebih besar daripada rasa malu kepada sesama manusia.

Kedua, mencintai apa yang juga dicintai oleh Allah. Sebagaimana Allah mencintai keindahan, kita juga harus mencintai keindahan yang mana Allah berlaku demikian. Sebagaimana juga Allah mencintai perbuatan jujur, maka kita juga harus berlaku dan cinta akan kejujuran.

Ketiga, membenci apa yang dibenci oleh Allah. Sebagaimana Allah membenci perbuatan dzalim, maka kita juga harus membenci perbuatan dzalim. Sebagaimana Allah membenci barang haram dan berlaku dusta, maka kita juga harus membenci hal tersebut.

Keempat, memiliki rasa takut kepada Allah yang lebih besar daripada rasa takut kepada manusia. Telah sering dialami oleh kita bahwa ancaman yang diberikan oleh manusia lebih membuat kita takut. Padahal, ancaman dari Allah lebih pedih.

Kelima, memiliki rasa harap yang tinggi kepada Allah. Allah adalah sang Rahman dan Rahim, artinya bahwa Allah selalu dapat menolong kita. Bagi orang yang memiliki akhlak tinggi kepada Allah, ia yakin atas harapan yang dimunajatkan kepada Allah.

Keenam, berlisan yang baik di hadapan Allah. Orang yang berakhlak adalah orang yang tidak mengucapkan segala sesuatu kecuali yang dicintai dan diridhai oleh Allah.

Ketujuh, tidak bercanda dengan ayat-ayat Allah, termasuk diantaranya utusan Allah dan malaikat Allah. Seorang yang berakhlak tidak akan menjadikan perkataan Allah dan para pesuruhnya menjadi bahan candaan.

Kedelapan, mentauhidkan Allah, dan ini adalah setinggi-tingginya adab. Dalam setiap ibadah seorang Muslim maupun tindakannya, selalu diniatkan kepada Allah semata.

Terakhir, kesembilan, yaitu tidak berlaku maksiat.

Maksiat adalah suatu tindakan yang meremehkan pandangan Allah. Orang yang berbuat maksiat disebut juga sebagai orang yang tidak mempunyai etika kepada Allah.

Sama-sama kita ketahui bahwa kita dapat hidup adalah karena pemberian Allah. Nikmat sehat, nikmat memiliki indra, memiliki harta, dan memiliki kerabat adalah segalanya pemberian Allah. Maka ketika kita berlaku maksiat, yang mana Allah melihat maksiat itu, berarti merendahkan pandangan Allah.

Sebagai analogi, ketika kita mendapat uang dari orang tua, dan kita bermaksiat dengan menggunakan uang tersebut dan kita melaukan itu di hadapan orang tua kita sendiri.

Betapa kejinya kita menggunakan nikmat Allah hanya untuk mendapat murka Allah subhanahu wa ta’ala.

Maka sebagai seorang Muslim yang berupaya untuk selalu memperbaiki diri, akhlak kepada Allah harus dijadikan prioritas utama. Sebagaimana firman Allah:

أَكْمَلُ المُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا

“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya.” (HR. Tirmidzi no. 1162. Dinilai shahih oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 284.)

Wallahu’alam bisshowab.

 *Tulisan ini adalah resume ceramah oleh Ustadz Isa Saleh Kuddeh, M.Pd.I di Kantor PC Al-Irsyad Al-Islamiyyah Surabaya pada tanggal 15 Oktober 2020

Ceramah lengkap dapat ditonton di Youtube Channel PC Al Irsyad Al Islamiyyah Surabaya