Kongres Al-Islam pertama diselenggarakan di Cirebon pada 21 Oktober 1922. Perwakilan Al-Irsyad dalam forum itu adalah Syaikh Ahmad Surkati, Umar Hubeish, Abdullah Badjerei, dan Umar Naji. Di sela-sela Kongres itu, Surkati mengadakan dialog terbuka. Salah satu lawan dialognya adalah Semaun, pemimpin Sarekat Islam Merah. Adapun Sarekat Islam Merah adalah golongan Sarekat Islam (SI) yang memisahkan diri dari kepemimpinan HOS Tjokroaminoto karena berbeda pemikiran. SI Merah berpusat di Semarang.
Ketika menghadiri dialog terbuka, Semaun didampingi sahabatnya, Hasan dari Semarang dan Sanusi dari Bandung. Sementara Surkati didampingi oleh Abdullah Badjerei yang masih muda belia itu sebagai penerjemah dan hadir pula Umar Naji. Topiknya berkisar masalah Pan Islamisme dan Komunisme: Islamkah atau Komunismekah yang bisa membebaskan negeri ini dari penjajahan?
Ahmad Surkati sebagai penganut Pan Islam berusaha untuk meyakinkan Semaun bahwa hanya dengan Islam dan persatuan dunia Islam, negeri Indonesia ini bisa dimerdekakan. Sedangkan Semaun berpendapat bahwa komunismelah yang mampu menghadapi kolonialisme Belanda.
Perdebatan tersebut berlangsung selama dua jam namun tidak ada titik temu dan kesepahaman. Terhadap Semaun, Ahmad Surkati berkomentar kepada Abdullah Badjerei. Surkati berkata: “Saya suka sekali kepada orang ini, … karena keyakinannya yang demikian kokoh dan jujur, bahwa hanya dengan komunismelah tanah-airnya dapat dimerdekakan.”
Fenomena ini memberikan gambaran jiwa besar dan watak kepemimpinan yang dimiliki oleh Surkati. Meskipun berbeda pendapat, Surkati dengan gairahnya yang besar terhadap ilmu dan keummatan, membuka ruang terbuka untuk bertukar pikiran. Surkati pun menghormati lawan dialognya meski tak memiliki paham yang sama, bahkan bertolak belakang.
Sikap dan tindakan Surkati dalam melakukan dialog terbuka dengan siapapun adalah penerapan dari seruan Allah dalam firman-Nya:
اُدْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ وَجَادِلْهُم بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ [النحل: ١٢٥
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan debatlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk [QS. an-Nahl [16]: 125].
______________________________________________________________________
Sumber: Hussein Badjerei. Al-Irsyad Mengisi Sejarah Bangsa. Jakarta: Presto Prima Utama. 1996.