“Pendidikan adalah pondasi seluruh kemajuan dan dasar segala kejayaan, dan inilah asal muasal segala kesuksesan” (Syaikh Ahmad Surkati)
Syaikh Ahmad Surkati al-Ansari merupakan “guru” dari para tokoh Islam di Indonesia. Ia adalah guru dari A. Hassan, Ahmad Dahlan, H.M. Rasjidi, AR. Baswedan hingga menjadi guru bagi Jong Islamieten Bond. Syaikh Surkati, menurut Hamka dalam pidato penganugerahan guru besarnya di Al-Azhar, adalah satu dari tiga Ahmad yang menjadi tokoh pembaharuan Islam di Jawa. Dua Ahmad yang lain ialah Ahmad Hassan dan Ahmad Dahlan. Syaikh Surkati tidak hanya tokoh yang pemikirannya menjadi rujukan, namun Ia adalah benar-benar sebagai pendidik. Dalam khazanah pendidikan Al-Irsyad, Ia adalah sutradara sekaligus aktor utama.
Tulisan ini akan memaparkan bagaimana konsep dan praktek pendidikan yang dikerjakan oleh Syaikh Ahmad Surkati. Meskipun diyakini bahwa segala konsep dan aktivitas pendidikan di Al-Irsyad bersumber dari Syaikh Surkati, namun kali ini hanya akan ditampilkan keterangan-keterangan tersurat tentang apa yang Syaikh Surkati pernah ungkapkan dan lakukan dari referensi yang dirujuk. Mengenai sejarah dan konsep pendidikan Al-Irsyad secara umum, akan dipaparkan pada artikel berikutnya.
Syaikh Surkati dan Nusantara
Syaikh Ahmad Surkati datang ke Hindia Belanda pada tahun 1911 untuk menjadi pengajar di sekolah Jami’at Khair. Ia menjadi inspektur (penilik) sekolah Jami’at Khair. Dalam dua tahun, sekolah Jami’at Khair mengalami perkembangan yang cukup signifikan dan mendatangkan empat guru asing tambahan pada tahun 1913. Kedatangan guru-guru ini kemudian meningkatkan semangat reformasi Islam menuju nahdah (kebangkitan).
Syaikh Ahmad Surkati keluar dari Jami’at Khair pada tahun 1913 dan membuka Madrasah Al-Irsyad Al-Islamiyyah pada 6 September 1914. Selanjutnya dibuatlah organisasi yang dikembangkan untuk mengumpulkan dana operasional pendidikan. Organisasi tersebut diberi nama Jum’iyyah Al-Ishlah wa al-Irsyad al-Arabiyyah atau Al-Irsayd Al-Islamiyyah. Tujuan Al-Irsyad berangkat dari premis dasar bahwa pada umumnya kaum Hadrami mengalami ketidaktahuan dan keterbelakangan.
Komitmen Syaikh Surkati dalam pendidikan dan Indonesia tertampil dalam aktivitas dan jabatan yang diemban Syaikh Surkati di Al-Irsyad. Ia menjadi kepala sekolah sekaligus guru di Al-Irsyad. Dia mengajar di sekolah Al-Irsyad Batavia, Surabaya, dan Malang (Lawang). Syaikh Surkati berkomitmen untuk berdakwah di Hindia dengan berkata, “Antara kematianku mengejar iman di Jawa dan kematianku tanpa mengejak iman Mekkah, aku memilih Jawa.” Pada akhir hayatnya, ia tetap berada di Jawa dan dimakamkan di Jawa.
Pemikiran Pendidikan Syaikh Surkati
Syaikh Ahmad Surkati menerapkan konsep pembaharuan Islam ke dalam sektor pendidikan. Ia membagi bidang ilmu menjadi tiga: bahasa, agama Islam, dan ilmu pengetahuan umum. Pada sektor bahasa, Syaikh Surkati melalui Al-Irsyad menekankan pada pembelajaran bahasa Arab. “Tidak boleh orang Islam menganggap bahasa Arab sebagai bahasa asing.”
Dikisahkan oleh salah satu muridnya, Abdul Halim, Syaikh Surkati memintanya pindah ke asrama selama liburan sekolah. Setiap pagi ia membawa siswa baru berjalan di jalan-jalan Batavia, mengajar bahasa Arab dari obyek sehari-hari yang mereka lalui, sehingga ketika memasuki kelas, ia berada tingkat yang lebih tinggi.
Al-Irsyad, menurut Syaikh Surkati, bertujuan melengkapi para siswa untuk membaca dan menginterpretasikan (ijtihad) dua sumber hukum Islam yaitu Al-Qur’an dan as-Sunnah. Hal ini mengacu pada keyakinan bahwa melakukan ijtihad untuk memahami Al-Qur’an dan as-Sunnah adalah wajib bagi tiap muslim.
Pembelajaran Islam di sekolah Al-Irsyad ditekankan pada pemahaman prinsip-prinsip di balik hukum Islam dan penghindaran praktek bid’ah. Buku-buku yang dipakai sekolah Al-Irsyad adalah buku-buku modern, berbeda dengan sekolah tradisional Hadrami yang menggunakan teks klasik yurispundensi. Untuk siswa senior, diberikan Tafsir al-Manar milik Muhamamd Abduh dan al-Masa’il ath-Thalath milik Syaikh Ahmad Surkati sendiri.
Pada tataran konsep pembaharuan Islam, Syaikh Ahmad Surkati memprioritaskan pada pembukaan akal masing-masing murid. Menurutnya, murid Al-Irsyad harus memiliki pemikiran yang terbuka dan bebas dari taqlid. Menurutnya, sekolah terbaik bagi putra seorang muslim adalah yang membuatnya bebas dan mandiri dalam pemikiran dan visinya, percaya terhadap Allah dan juga pada dirinya sendiri.
Syaikh Surkati melarang para muridnya untuk berkeinginan menjadi pejabat pemerintah. Jika beberapa siswa menginginkan bekerja di pemerintah, ia menyarankan untuk mengepak tas dan kembali ke rumah. Pendidikan Al-Irsyad dimaksudkan untuk menanamkan semangat kebebasan pada siswanya. Ketika itu, pamflet promosi sekolah Al-Irsyad mengekspresikan ketidaksukaan terhadap (pelayanan) pemerintah.
Usulan Syaikh Surkati Terhadap Program Perbaikan Pendidikan Sekolah Al-Irsyad (1919)
Syaikh Ahmad Surkati memiliki pemikiran dan proyeksi terhadap pendidikan Al-Irsyad yang diusulkan kepada Jum’iyyah. Beberapa usulan tersebut kini menjadi realita yang dijalan oleh sekolah-sekolah umum. Usulan-usulan tersebut diantaranya:
Pertama, membentuk penilik sekolah yang melakukan inspeksi di daerah-daerah agar tidak kesalahan yang terjadi dapat diluruskan kembali.
Kedua, kesatuan dalam prasarana pendidikan, kurikulum, maupun silabus di tiap-tiap sekolah Al-Irsyad berada. Hal ini merupakan solusi atas problem murid pindahan.
Ketiga, Menunjuk seseorang untuk menyusun buku-buku pelajaran yang sesuai dengan kondisi Indonesia. Di setiap mata pelajaran juga perlu buku khusus yang bisa dimiliki oleh semua murid di madrasah Al-Irsyad
Keempat, Setiap madrasah Al-Irsyad wajib memiliki perpustakaan dengan koleksi kitab-kitab yang beragam.
Kelima, Kepala sekolah tidak boleh mengajar dan tidak dibenarkan selalu membuka pintu untuk menerima kunjungan guru-guru hingga tak pernah sempat menekuni tugas-tugasnya dan kehilangan wibawa. Setiap kelas juga harus memiliki guru yang tekun pada kelasnya.
Keenam, Anak-anak lulusan madrasah Al-Irsyad harus diarahkan untuk bisa bekerja. Citra Al-Irsyad akan jatuh apabila alumninya tidak terbenahi dan mereka akan menyesal sebagai alumni Al-Irsyad.
Refleksi
Rekam jejak kontribusi pemikiran serta aksi nyata Syaikh Surkati dalam aspek pendidikan khususnya di dalam Jum’iyyah Al-Irsyad perlu dijadikan role model. Penerapan dan adopsi konsep pendidikan a la Syaikh Surkati ini tidak hanya didasarkan atas alasan bahwa Syaikh Ahmad Surkati adalah pendiri Al-Irsyad, namun lebih dari itu, konsep pendidikannya berhasil di masa tersebut, relevan dengan kondisi saat ini, bahkan kini telah diterapkan oleh sekolah-sekolah non-Al Irsyad.
Proses role modelling Syaikh Surkati sebagai basis pemikiran pendidikan Al-Irsyad juga dapat memberikan keseragaman, kekhasan, sekaligus mengembalikan pendidikan Al-Irsyad ke khittah-nya. Dengan prinsip pembaharuan yang dijadikan pegangan oleh Syaikh Surkati, mestinya corak pendidikan Al-Irsyad adalah adaptif dan tidak memberikan ruang dan waktu untuk “ketinggalam zaman”. Wallahu a’lam.
DAFTAR RUJUKAN
Bisri Affandi, Syaikh Ahmad Syurkati (1874-1943): Pembaharu & Pemurni Islam di Indonesia. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. 1999.
Natalie Mobini Kesheh, Hadrami Awakening: Kebangkitan Hadhrami di Indonesia. Jakarta: Akbar Media Eka Sarana. 2007