Al-Irsyad dan Muhammadiyah adalah organisasi pembaharu Islam di Indonesia. Deliar Noer, dalam bukunya Gerakan Modern Islam di Indonesia (1900-1942), mengategorikan kedua organisasi tersebut sebagai gerakan modern Islam. Banyak kesamaan di antara keduanya, baik dari segi ajaran aqidah, ubudiyah, maupun jenis gerakan dakwahnya. Namun salah satu kesamaan paling mendasar adalah rujukan pemikiran pendiri organisasi tersebut, yaitu Syaikh Ahmad Surkati dan KH. Ahmad Dahlan.

Suatu ketika, pada tahun 1912 Ahmad Surkati sedang dalam perjalanan ke Solo dengan kereta api. Ia ke sana dalam rangka mengunjungi sahabatnya Awad Sungkar al-Urmei. Di dalam kereta tersebut ia berkenalan dengan seorang “pribumi” yang sedang membaca majalah Al-Manar, majalah yang diasuh oleh Rasyid Ridha, salah seorang murid dari tokoh pembaharu Islam asal Mesir yaitu Muhammad Abduh. Sebagai pendukung pemikiran Abduh, Surkati kagum kepada orang yang sedang membaca literatur Arab tersebut. Ternyata orang itu adalah KH. Ahmad Dahlan.

Terbukalah komunikasi antaranya keduanya sepanjang perjalanan. Kedua tokoh ini saling bertukar fikiran dan akhirnya sampailah pada kesimpulan antar keduanya bahwa mereka akan mengembangkan pemikiran Abduh di Indonesia.

Konon Surkati menyarankan Ahmad Dahlan untuk membuka sebuah lembaga pendidikan yang mengajarkan agama Islam kepada anak-anak pribumi yang masih suci dari ajaran-ajaran yang menyimpang. Bagi Surkati, potensi Ahmad Dahlan dalam membuka lembaga sangat besar, karena ia adalah anak negeri sehingga dapat menyampaikan pemikiran-pemikiran Abduh karena bahasa yang sama.

Tak lama setelah peristiwa itu memang Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah. Kisah pertemuan kedua pemimpin ini menjadi bahan tuturan populer orang-orang Muhammadiyah dan Al-Irsyad generasi pertama.

Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau Hamka menyebut dua orang itu sebagai tokoh pembaharu Islam di Indonesia. Hamka menyebutnya dalam penganugerahan dirinya sebagai Doctor Honoris Causa di Universitas Al-Azhar Mesir. Hamka menulis ada “tiga Ahmad” yang menjadi tokoh pembaharuan Islam di Indonesia, yaitu Ahmad Dahlan (Muhammadiyah) Ahmad Surkati (Al-Irsyad) dan Ahmad Hassan (PERSIS). (Endang Shaifuddin Anshari: 1985).

G.F. Pijper dalam bukunya Beberapa Studi Tentang Sejarah Islam di Indonesia 1900-1950 menulis tentang kedekatan Surkati dengan Dahlan. Ia bertemu dengan Surkati dan berkata: “Pada waktu saya menanyakan tentang hubungannya dengan Kiai Ahmad Dahlan, dia berbicara bahwa dia berkenalan dengan Kiai Ahmad Dahlan beberapa lama sebelum Muhammadiyah didirikan… Ahmad Dahlan telah berunding dengan saya tentang pendirian Muhammadiyah.” (lal)

________________________________________________________________________

Sumber: Hussein Badjerei. Al-Irsyad Mengisi Sejarah Bangsa. Jakarta: Presto Prima Utama, 1996. hlm 28-29.