Syekh Abul Hasan Ali an-Nadwi, seorang ulama asal India mengatakan bahwa umat Islam hari ini mendapat ujian yang sangat berat. Bahkan, ujian hari ini adalah ujian yang belum pernah ada dalam sepanjang sejarah Islam.

Pada masa Rasulullah hingga masa Islam berjaya di Spanyol, ujian yang diterima oleh umat Islam adalah ujian fisik. Keimanan dan kelangsungan hidup Islami diuji dengan siksaan fisik hingga pembunuhan. Namun hari ini, umat Islam mendapat ujian non fisik, yaitu ujian pemikiran. Ujian pemikiran ini dapat mempengaruhi keyakinan bahkan perilaku umat Muslim.

Di Indonesia, usaha kaum musyrikin dalam melawan umat Musim melalui pemikiran ini telah ada sejak kontribusi misionaris Snouck Hurgronje sebagai penasihat Pemerintah Hindia Belanda. Salah satu idenya yang paling fenomenal adalah pelarangan umat Muslim dalam berbicara dan berkegiatan politik. Ide Snouck tersebut, sepertinya masih berlaku di Indonesia hingga kini. Segala wacana dan kegiatan politik yang diatasnamakan umat Islam, langsung mendapat perhatian penguasa.

Usaha kristenisasi dan de-populasi Muslim di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup membuat miris. Pada tahun 1945, total populasi Muslim yaitu sebesar 90%. Sementar pada tahun 2020, prosentasenya menurun, yaitu sebesar 85%. Selisih 5% itu setara dengan 20 juta orang, yang setara juga dengan total jumlah penduduk Malaysia.

Tantangan Zaman Now: Isme-Isme

Ujian umat Muslim saat ini berwujud paham-paham yang menyesatkan, meskipun terlihat wajar dan lazim terjadi. Perwujudan paham ini telah ada sejak zaman dahulu bahkan diantaranya dikisahkan oleh Allah ta’ala dalam Al-Qur’an. Paham yang dimaksud tersebut adalah Materialisme dan Hedonisme.

Materialisme adalah pandangan yang menganggap bahwa kesenangan bendawi menjadi tujuan hidup. Paham ini menolak hal-hal immaterial dan sekaligus menegasikan agama dan kebahagiaan di akhirat. Salah satu ciri orang yang terdampak paham ini adalah rela meninggalkan ibadah demi mendapat rezeki.

Ilustrasi konkrit fenomena ini adalah sebuah pedagang yang sering berkata, “nanti kalau saya shalat dan pelanggan datang bagaimana?” Padahal, logika yang benar adalah bahwa jika kita dekat dengan Allah, rezeki akan dimudahkan datangnya. Namun orang terdampak materialisme ini menjadi orang yang berlogika sebaliknya.

Paham kedua adalah Hedonisme. Paham ini lebih berorientasi pada penghamburan materi untuk kesenangan hidup. Hedonisme ini telah menjangkiti manusia dari kalangan orang tua hingga anak muda. Telah banyak anak muda yang menghambur-hamburkan uang untuk kemewahan semata, semisal membeli barang tersier dengan harga jutaan dan nongkrong di tempat-tempat berongkos besar.

Kemewahan bukanlah tanda dari sebuah kemajuan, melainkan lebih dekat dengan kehancuran. Alla ta’ala menggariskan dalam Firman-Nya: “Jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan mereka yang hidup mewah di negeri itu (agar taat kepada Allah), maka mereka pasti durhaka di dalamnya, sehingga pantas berlaku baginya ketentuan (hukuman) Kami, kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.” (Al-Isra’: 16)

Histori Islam pun telah memberi contoh yang nyata. Sultan Murad, salah seorang khalifah Utsmaniyah periode akhir, menyelenggarakan resepsi khitan anaknya selama 45 hari. Setiap undangan diberi peti-peti kecil yang berisi emas. Seorang Khalifah dari kerajaan yang sama, Sultan Abdul Aziz menghambur-hamburkan kekayaannya ketika diundang Napoleon ke Eropa. Padahal, kondisi ekonomi Utsmaniyah saat itu sedang tidak sehat.

Malik Bennabi, filusuf Aljazair mempunyai ukuran yang menarik dalam menggambarkan maju-mundurnya suatu peradaban. Peradaban yang maju ditandai dengan dominannya nilai-nilai spiritualitasnya. Peradaban yang datar ditandai dengan dominan nilai-nilai rasionalitasnya. Sedangkan peradaban yang sedang mundur ditandai dengan dominannya nilai-nilai materialisme. (lal)

*ringkasan ceramah Ustadz Carlos Abu Hamzah, M.Pd.I pada 3 September 2020 di Kantor PC Al-Irsyad Al-Islamiyyah Surabaya

*tonton ceramah lengkapnya di Youtube Channel Al-Irsyad Al-Islamiyyah Surabaya